SELAMAT DATANG DI COMMERCIAL VEHICLE ZONE

Inflasi di Indonesia (Indeks Harga Konsumen)

Secara historis, tingkat dan volatilitas inflasi Indonesia lebih tinggi dibanding negara-negara berkembang lain. Sementara negara-negara berkembang lain tingkat inflasinya mencapai sekitar tiga sampai lima persen per tahun dalam periode 2005 sampai 2013, tingkat inflasi di Indonesia mencapai rata-rata 8.5 persen per tahun dalam periode yang sama.


Puncak volatilitas inflasi Indonesia berhubungan dengan kebijakan penyesuaian harga oleh pemerintah. Harga-harga energi (bahan bakar minyak dan listrik) ditetapkan oleh pemerintah dan oleh karena itu tidak mengikut kondisi pasar, yang berarti defisit yang muncul harus diserap oleh subsidi. Hal ini mengakibatkan tekanan besar pada defisit anggaran tahunan pemerintah dan juga membatasi pengeluaran publik dalam hal-hal produktif jangka panjang, seperti infrastruktur dan pengeluaran untuk soal sosial. Selain itu, mengatur ulang subsidi energi (menaikkan harga energi) dapat mengakibatkan timbulnya risiko politik karena keresahan sosial akan timbul bilamana ada tekanan inflasi. Salah satu ciri khas Indonesia adalah bahwa sebagian besar penduduknya berada sedikit di atas garis kemiskinan, yang berarti bilamana kejutan inflasi yang relatif kecil terjadi, mereka akan jatuh ke bawah garis kemiskinan itu. Waktu pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono memutuskan untuk mengurangi subsidi BBM secara besar-besaran di akhir tahun 2005, dikarenakan harga minyak dunia yang naik cukup tinggi, tingkat inflasi Indonesia langsung berubah menjadi dua digit antara 14 sampai 19 persen (year on year) sampai bulan oktober 2006. Selanjutnya, inflasi inti di Indonesia - yang tidak termasuk barang-barang yang rentan terhadap volatilitas harga sementara - juga kena volatilitas karena efek samping penyesuain harga energi pada ekenomi (misalnya kenaikan harga transportasi).

Pengurangan subsidi energi tetap menjadi prioritas utama pemerintah. Awal tahun 2012, pemerintah mengusulkan kenaikan harga BBM, tetapi keresahan sosial dan oposisi politik di parlemen menolak rencana dadakan ini. Akhirnya pada bulan Juni 2013, harga premium naik 44 persen menjadi Rp 6,500 dan solar naik sebanyak 22 persen menjadi Rp 5,500 per liter. Meskipun terjadi kenaikan harga pada tahun 2013, sebagian besar harga BBM Indonesia masih disubsidi dan oleh karena itu berbagai organisasi internasional (seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional/IMF) serta institusi-institusi dalam negeri (seperti Kamar Dagang Indonesia/Kadin) menyokong sepenuhnya pengurangan subsidi secara lebih lanjut. Pada tahun 2013 dan 2014, pemerintah juga telah mengurangi subsidi listrik - baik untuk rumah tangga (kecuali segmen masyarakat miskin) maupun industri.

Outlook inflasi Indonesia sangat dipengaruhi oleh keputusan pengurangan tidaknya subsidi tersebut. Bank Dunia memperkirakan kenaikan harga BBM sebanyak Rp 2,000 dapat menambahkan sekitar tiga poin persentase pada tingkat inflasi umum dan dapat menambahkan sekitar satu poin persentase pada inflasi inti. Kenaikan harga listrik diperkirakan akan menyebabkan efek yang lebih kecil (< 1 persen) terhadap laju inflasi. Sebagai gambaran, Bank Indonesia menargetkan tingkat inflasi sebanyak 4.5 persen pada tahun 2013. Namun setelah kenaikan harga BBM dan listrik, inflasi naik menjadi 8.37 persen di akhir tahun (yoy)

http://www.indonesia-investments.com/id/keuangan/angka-ekonomi-makro/inflasi-di-indonesia/item254